Pedagang kaki lima di Jakarta menolak dituding sebagai pedagang liar. Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia DKI Jakarta, Hoiza Siregar, mengatakan, sebanyak 150.000 PKL di Jakarta, potensi besar yang disia-siakan. Pertumbuhan PKL juga dipangkas dengan banyaknya pungutan liar serta penggusuran.
"Kalau benar PKL (pedagang kaki lima) liar, kami tidak akan pernah diminta membayar iuran keamanan, kebersihan, dan listrik. Dalam satu hari, rata-rata setiap pedagang lapak membayar Rp 1.000-Rp 6.000. Totalnya bisa mencapai Rp 900 juta per hari atau hampir Rp 1 miliar mengalir masuk entah ke mana," kata Hoiza Siregar, Rabu (25/6).
Pernyataannya itu diperkuat fakta di lapangan, seperti di kawasan PKL di Jalan Kebon Jati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Safrudin Hajat (46), pedagang buah segar, mengaku setiap hari harus membayar uang keamanan dan kebersihan Rp 4.500.
"Setiap hari, setidaknya ada dua orang yang berkeliling meminta uang ke semua pedagang. Ada yang pakai seragam, ada juga yang tidak. Kalau saya, rata-rata bayar Rp 4.500 karena pakai tenda, agak permanen. Kalau yang hanya bawa barang dagangan dan digelar di jalanan, biasanya disuruh bayar Rp 1.000-Rp 2.000," kata Safrudin.
Menurut Safrudin, lokasi para pedagang sudah ditata rapi di pinggir jalan dengan luas lapak nyaris sama, sekitar 1 x 1 meter atau 1,5 x 2 meter.
Demi mempertahankan lokasi lapaknya, setiap bulan para pedagang terkadang dimintai uang ekstra. Kalau tidak, lokasi lapak bisa dijual ke pedagang lain seharga ratusan ribu rupiah hingga Rp 2 juta.
"Penggusuran tidak pernah benar-benar demi alasan kepentingan dan ketertiban umum. Selalu ada kepentingan perusahaan besar di belakangnya, entah mau bangun pasar baru atau mal. Dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002, setiap mal harus menyisihkan 20 persen lahannya untuk PKL, tetapi itu juga dilanggar pengusaha tanpa ada sanksi dari pemerintah," kata Hoiza Siregar.
Ditampung di pasar
Direktur Utama Perusahaan Daerah Pasar Jaya Uthan Sitorus mengatakan, PD Pasar Jaya tidak memiliki wewenang mengatur PKL yang berada di luar bangunan pasar. Namun, jika benar ada petugas PD Pasar Jaya pelaku pungli, yang bersangkutan akan dipecat.
Selain itu, PD Pasar Jaya yakin PKL sebenarnya bisa ditampung di dalam pasar sebagai pedagang resmi.
"PKL Tanah Abang sudah ada sejak 30 tahun lalu. Sebanyak 1.256 PKL dulu pernah ditampung di Blok G, tetapi mereka turun lagi ke jalan. Bagi PKL lain di DKI, kami masih memiliki 10.000 kios atau counter, tersebar di seluruh DKI yang bisa digunakan dan ini sudah ditawarkan. Akan tetapi, tidak pernah ditanggapi," kata Uthan Sitorus.
Terkait banyaknya PKL di Tanah Abang dan kesemrawutan yang ditimbulkannya, Uthan mengatakan ini amat merugikan Pasar Tanah Abang, baik konsumen, pedagang, maupun pengguna jalan. Ia berharap pemerintah setempat mampu menegakkan peraturan, yaitu jalan harus digunakan sesuai fungsinya saja.
"Ketidakdisiplinan warga yang bongkar muat barang dan beristirahat di pintu masuk utama juga menyebabkan kemacetan. Untuk itu, kami selalu siagakan 10 petugas guna menertibkan mereka setiap hari," kata Uthan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar